Revitalisasi Peran Aktivis Dakwah Sebagai Katalisator Dalam Mewujudkan Masyarakat Madani
Dewasa ini, sering terdengar di telinga atau terlihat langsung oleh mata kita bahwa aktivis dakwah masih terkesan eksklusif dan sulit sekali bergaul dengan semua kalangan masyarakat khususnya orang-orang yang notaben masih awam tentang dakwah, padahal secara logika sehat harusnya yang menjadi terget utama adalah orang yang awam akan dakwah, bukan orang yang sudah paham dakwah. Nah, inilah paradigma aktivis dakwah yang masih belum sepenuhnya benar.
Maka diperlukan adanya sebuah revitalisasi peran aktivis dakwah yakni sebagai Katalisator Dakwah. Apa yang harus dilakukan aktivis dakwah sebagai katalisator dakwah? Sebelum melangkah lebih jauh kita harus paham dan dapat mendifinisikan apa sebenarnya arti kata “katalisator”.
Katalisator berasal dari kata katalis yang artinya seseorang atau sesuatu yang menyebabkan terjadinya perubahan dan menimbulkan kejadian baru atau mempercepat suatu peristiwa akan tetapi ia sendiri (katalis) tidak mengalami perubahan kimiawi secara permanen. Disinilah tugas aktivis dakwah bagaimana dapat berdakwah (mengajak) dan amar ma’ruf nahi mungkar kepada seluruh elemen masyarakat khususnya yang masih ‘awam akan dakwah.
Sebagai katalisator dakwah, mereka (aktivis dakwah) harusnya dapat memberikan pencerahan kepada masyarakat serta berkontribusi dalam memecahkan setiap permasalahan yang ada di tengah masyarakat. Karena mereka lah nantinya yang akan menjadi garda terdepan dalam melaksanakan perintah Allah SWT. dalam QS. An Nahl ayat 125 : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmahdan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.”
Selain itu, mereka (aktivis dakwah) juga dituntut untuk cerdas atau ‘alim baik dalam ilmu pengetahuan umum seperti sains dan teknologi ataupun ilmu agama, karena mereka pula lah yang akan memberikan pencerahan atau mencerdaskan masyarakat dengan berorientasi pada paradigma gerakan dakwah tauhid dan intelektual profetik. Tujuan utamanya adalah membebaskan manusia dari penghambaan terhadap materi dan nalar, serta penghambaan terhadap sesama manusia lainnya. Hal ini dilakukan demi mengembalikan penghambaan manusia pada tempat yang sesungguhnya, yaitu hanya kepada Allah SWT. semata.
Sesuai dengan fungsinya sebagai katalisator, aktivis dakwah diharapkan dapat mengajak objek dakwah yaitu seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama kembali ke jalan dakwah dengan bergaul (bercampur) dengan mereka tanpa harus berbaur atau mengikuti kebiasaan mereka yang sebenarnya tidak disyari’atkan dalam islam. Hal ini sesuai dengan konsep dan pengertian katalis itu sendiri yaitu dapat mempercepat suatu reaksi tapi ia sendiri (katalis) tidak ikut bereaksi. Inilah potret seorang aktivis dakwah idaman saat ini, yaitu sholeh secara pribadi dan sholeh sosial dengan cara memberikan kemanfaatan kepada seluruh elemen masyarakat.
Hal sederhana namun penting untuk dimiliki seorang aktivis dakwah yaitu manajemen waktu yang baik, palnning (perencanaan) yang rapi, sehat jasadiyah (jasmani) dan ruhiyah (rohani), profesionalitas dalam menjalankan amanah, hingga kemandirian finansial perlu menjadi perhatian khusus. Jangan sampai aktivis dakwah sendiri dijustifikasi sebagai orang yang tidak profesional karena tidak mampu mengatur setiap waktunya dengan baik untuk kegiatan yang bermanfaat. Karena salah satu tujuan besar dalam berdakwah adalah memperbaiki kondisi masyarakat, maka perbaikan tersebut harus dimulai dari internal pribadi aktivis terlebih dahulu. Sehingga prinsipnya adalah “mulai dari diri sendiri, mulai dari hal yang kecil, dan mulai dari sekarang.”
Apabila seluruh karakter dasar dan sederhana tersebut dapat terus diupayakan untuk dapat terpenuhi oleh setiap pribadi aktivis dakwah, niscaya rotasi dakwah ini akan berjalan dengan baik, yaitu dapat menjadi pencerah dan berkontribusi besar dalam memecahkan segala permasalahan di tengah masyarakat. Hal ini senada dengan pesan Rasulullah SAW, bahwa predikat manusia terbaik (khairunnass) adalah manusia yang paling bermanfaat bagi orang lain. Sehingga dapat pula ditarik benang merahnya, bahwa aktivis dakwah terbaik adalah aktivis yang paling bermanfaat bagi masyarakat di sekitarnya. Wallahu a’lam bisshawab.
Maka diperlukan adanya sebuah revitalisasi peran aktivis dakwah yakni sebagai Katalisator Dakwah. Apa yang harus dilakukan aktivis dakwah sebagai katalisator dakwah? Sebelum melangkah lebih jauh kita harus paham dan dapat mendifinisikan apa sebenarnya arti kata “katalisator”.
Katalisator berasal dari kata katalis yang artinya seseorang atau sesuatu yang menyebabkan terjadinya perubahan dan menimbulkan kejadian baru atau mempercepat suatu peristiwa akan tetapi ia sendiri (katalis) tidak mengalami perubahan kimiawi secara permanen. Disinilah tugas aktivis dakwah bagaimana dapat berdakwah (mengajak) dan amar ma’ruf nahi mungkar kepada seluruh elemen masyarakat khususnya yang masih ‘awam akan dakwah.
Sebagai katalisator dakwah, mereka (aktivis dakwah) harusnya dapat memberikan pencerahan kepada masyarakat serta berkontribusi dalam memecahkan setiap permasalahan yang ada di tengah masyarakat. Karena mereka lah nantinya yang akan menjadi garda terdepan dalam melaksanakan perintah Allah SWT. dalam QS. An Nahl ayat 125 : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmahdan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.”
Selain itu, mereka (aktivis dakwah) juga dituntut untuk cerdas atau ‘alim baik dalam ilmu pengetahuan umum seperti sains dan teknologi ataupun ilmu agama, karena mereka pula lah yang akan memberikan pencerahan atau mencerdaskan masyarakat dengan berorientasi pada paradigma gerakan dakwah tauhid dan intelektual profetik. Tujuan utamanya adalah membebaskan manusia dari penghambaan terhadap materi dan nalar, serta penghambaan terhadap sesama manusia lainnya. Hal ini dilakukan demi mengembalikan penghambaan manusia pada tempat yang sesungguhnya, yaitu hanya kepada Allah SWT. semata.
Sesuai dengan fungsinya sebagai katalisator, aktivis dakwah diharapkan dapat mengajak objek dakwah yaitu seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama kembali ke jalan dakwah dengan bergaul (bercampur) dengan mereka tanpa harus berbaur atau mengikuti kebiasaan mereka yang sebenarnya tidak disyari’atkan dalam islam. Hal ini sesuai dengan konsep dan pengertian katalis itu sendiri yaitu dapat mempercepat suatu reaksi tapi ia sendiri (katalis) tidak ikut bereaksi. Inilah potret seorang aktivis dakwah idaman saat ini, yaitu sholeh secara pribadi dan sholeh sosial dengan cara memberikan kemanfaatan kepada seluruh elemen masyarakat.
Hal sederhana namun penting untuk dimiliki seorang aktivis dakwah yaitu manajemen waktu yang baik, palnning (perencanaan) yang rapi, sehat jasadiyah (jasmani) dan ruhiyah (rohani), profesionalitas dalam menjalankan amanah, hingga kemandirian finansial perlu menjadi perhatian khusus. Jangan sampai aktivis dakwah sendiri dijustifikasi sebagai orang yang tidak profesional karena tidak mampu mengatur setiap waktunya dengan baik untuk kegiatan yang bermanfaat. Karena salah satu tujuan besar dalam berdakwah adalah memperbaiki kondisi masyarakat, maka perbaikan tersebut harus dimulai dari internal pribadi aktivis terlebih dahulu. Sehingga prinsipnya adalah “mulai dari diri sendiri, mulai dari hal yang kecil, dan mulai dari sekarang.”
Apabila seluruh karakter dasar dan sederhana tersebut dapat terus diupayakan untuk dapat terpenuhi oleh setiap pribadi aktivis dakwah, niscaya rotasi dakwah ini akan berjalan dengan baik, yaitu dapat menjadi pencerah dan berkontribusi besar dalam memecahkan segala permasalahan di tengah masyarakat. Hal ini senada dengan pesan Rasulullah SAW, bahwa predikat manusia terbaik (khairunnass) adalah manusia yang paling bermanfaat bagi orang lain. Sehingga dapat pula ditarik benang merahnya, bahwa aktivis dakwah terbaik adalah aktivis yang paling bermanfaat bagi masyarakat di sekitarnya. Wallahu a’lam bisshawab.
kita juga punya nih artikel mengenai 'Katalis', silahkan dikunjungi dan dibaca , berikut linknya
BalasHapushttp://repository.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/894/1/20403528.pdf
trimakasih
semoga bermanfaat