APLIKASI KOLOID DALAM PEMBUATAN KERAMIK

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Keramik berasal dari bahasa Yunani "keramos", yang artinya adalah sesuatuyang dibakar. Pada mulanya diproduksi dari mineral lempung yang dikeringkan dibawah sinar matahari dan dikeraskan dengan pembakaran pada temperatur tinggi (Bhave,1991).Keramik adalah suatu bahan organik bukan metal tahan pada suhu tinggi, karena titik lelehnya (melting point) diatas 200oC. Material dari bahan baku keramik adalah lempung dan senyawa alumina dan silika.Keramik sangat berkembang didalam kebutuhan pesat khusunya dibidang industri. Produk-produk keramik telah banyak digunakan didalam kebutuhan rumah tangga, industri, dan sebagainya.
            Industri yang berkembang saat ini tidak terlepas dari bantuan dari berbagai ilmu pengetahuan. Salah satu contoh industri yang ada adalah industri keramik. Dalam industri keramik ini, salah satu cabang ilmu  pengetahuan yang digunakan adalah ilmu kimia. Cabang ilmu kimia yang diaplikasikan dalam industri keramik adalah penerapan konsep sistem koloid. Dimana, dalam cat ini ada 2 (dua) fase zat yang  bercampur menjadi satu. Partikel-partikel yang bercampur tidak dapat diamati dengan mata telanjang, melainkan harus menggunakan suatu alat bantu yang berupa mikroskop ultra.
Keramik termasuk jenis koloid sol, dimana fasa tersebarnya berupa zat padat dan fasa penyebarnya juga berupa zat padat. Dalam keramik tak terlihat dengan kasat mata apa yang menyebabkan keramik tersebut dapat dikatakan sebagai koloid. Saat dilihat dengan teliti, koloid dalam keramik terlihat dari proses pembuatan keramik. Sifat koloid yang nampak adalah pembentukan koagulan, sifat liolitik dan sebagainya.
Dalam pembuatan keramik terjadi beberapa proses, diantaranya mulai dari pembentukan keramik, pengeringan, dan pembakaran yang meliputi tahap penguapan air mekanis sisa pengeringan, tahap penguapan air mineral, dan tahap pembakaran cepat.

1.2 Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian dari keramik?
2.   Metode apa yang dipakai dalam aplikasi koloid pada keramik?
3.   Apa saja aspek koloid dalam keramik?
4.   Bagaimana proses pembuatan keramik?

 1.3 Tujuan
1.    Untuk mengetahui pengertian dari keramik
2.    Untuk mengetahui metode yang dipakai dalam aplikasi koloid pada keramik
3.   Untuk mengetahui aspek koloid dalam keramik
4.   Untuk mengetahui proses pembuatan keramik

  
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keramik
Keramik berasal dari bahasa Yunani "keramos", yang artinya adalah sesuatu yang dibakar. Pada mulanya diproduksi dari mineral lempung yang dikeringkan dibawah sinar matahari dan dikeraskan dengan pembakaran pada temperatur tinggi (Bhave,1991). Keramik adalah suatu bahan organik bukan metal tahan pada suhu tinggi, karena titik lelehnya (melting point) diatas 200oC. Material dari bahan baku keramik adalah lempung dan senyawa alumina dan silika.Keramik sangat berkembang didalam kebutuhan pesat khusunya dibidang industri. Produk-produk keramik telah banyak digunakan didalam kebutuhan rumah tangga, industri, dan sebagainya.
            Industri yang berkembang saat ini tidak terlepas dari bantuan dari berbagai ilmu pengetahuan. Salah satu contoh industri yang ada adalah industri keramik. Dalam industri keramik ini, salah satu cabang ilmu  pengetahuan yang digunakan adalah ilmu kimia. Cabang ilmu kimia yang diaplikasikan dalam industri keramik adalah penerapan konsep sistem koloid. Dimana, dalam cat ini ada 2 (dua) fase zat yang  bercampur menjadi satu. Partikel-partikel yang bercampur tidak dapat diamati dengan mata telanjang, melainkan harus menggunakan suatu alat bantu yang berupa mikroskop ultra.
Keramik termasuk jenis koloid sol, dimana fasa tersebarnya berupa zat padat dan fasa penyebarnya juga berupa zat padat. Dalam keramik tak terlihat dengan kasat mata apa yang menyebabkan keramik tersebut dapat dikatakan sebagai koloid. Saat dilihat dengan teliti, koloid dalam keramik terlihat dari proses pembuatan keramik. Sifat koloid yang nampak adalah pembentukan koagulan, sifat liolitik dan sebagainya.

2.2  Metode Sol- Gel
Metode  sol  gel  adalah  metode  dengan  menggunakan  proses  kimia  dimulai dari  bentuk  ion  yang  lebih  besar  (bulk)  ditambah  pereaksi  kimia  sehingga  ion yang  dihasilkan  berukuran  nanopartikel.  Metode  sol-gel  merupakan  proses  yang banyak digunakan untuk membuat keramik, material gelas dan teknik kimia yang juga  dikenal  sebagai  deposisi  larutan  kimia.  Metode  ini  dikenal  sebagai  “wet method” karena pada prosesnya menggunakan larutan sebagai medianya (pelarut). Pada  metode  ini,  mengalami  perubahan  fase  yaitu  dari  fase  solid  yang  berupa serbuk akan berubah menjadi fase sol (koloid yang memiliki padatan tersuspensi dalam larutan) lalu berubah menjadi gel. Material yang biasanya digunakan dalam proses  sol-gel  adalah  garam logam inorganik (inorgaic metal salt) atau campuran logam  organik  (metal  organik  compound).  Pada  proses  sol-gel,  prekursor molekular  dirubah  menjadi  partikel  berukuran  nano  untuk  membentuk  suspensi koloid atau sol. Nanopartikel koloid ini kemudian berikatan satu dengan yang lain melalui proses polimerisasi untuk membentuk gel. Polimerisasi membuat proses difusi  kimia  terus  meningkat  kemudian  gel  tersebut  dikeringkan  dan  dikalsinasi untuk menghasilkan bubuk.  Kalsinasi dapat dilakukan dengan menggunakan  alat yang  dapat  menghasilkan  suhu  yang  seragam  bagi  bahan  sehingga  proses pencampuran  bahan  memungkinkan  untuk  pembentukan  produk  yang  lebih seragam.  Pada  suatu  sintesa  untuk  menghilangkan  atau  mengurangi  kadar  air dalam air dan pengotor perlu dilakukan proses yang disebut  kalsinasi.  Pemanasan atau  kalsinasi  akan  terbentuk  agregat  partikel  dimana  penggerusan  dari  agregat yang  besar  tersebut  diperoleh  serbuk   yang  baik.  Selain  itu,  kalsinasi  juga memiliki  fungsi  untuk  menghilangkan  sisa  senyawa  prekursor  yang  tidak  bisa hilang pada suhu rendah. Bahan  awal  atau  precursor  juga  dapat  disimpan  pada  suatu  substrat  untuk membentuk  film  (seperti  melalui  dipcoating  atau  spincoating),  yang  kemudian dimasukkan kedalam suatu kontainer yang sesuai dengan bentuk yang  diinginkan contohnya  untuk  menghasilkan  suatu  keramik  monolitik,  gelas,  fiber  atau  serat membran, aerogel, atau juga untuk mensitesis bubuk  baik butiran mikro maupun nano.
2.3 Aspek Koloid dalam Keramik
Aspek koloid dalam keramik
1.      Sifat koloid yang terdapat pada keramik salah satunya adalah koagulan. Koagulan adalah agregat yang susunannya besar dan rapat. Hal ini dapat terlihat pada pembuatan keramik saat awal, tanah liat yang ditambahkan dengan air akan membentuk padatan koagulan. Proses koagulasi pada sol menurut Sumarjo, 2006 adalah:
a.       Cara mekanik; dilakukan dengan pemanasan, pendinginan atau pengadukan cepat.
b.      Cara kimia; penambahan elektrolit (asam, basa, atau garam).
Sedangkan pada proses pembuatan lempung ini terjadi secara mekanik, karena dilakukan dengan pengadukan yang mengakibatkan terjadinya penggumpalan.
2.                      Tanah liat yang mengikat air menyebabkan adanya sifat liofilik. Liofilik adalah menarik medium pendispersinya. Kestabilan liofilik tercapai dengan adanya interaksi kuat antara partikel koloid dengan medium pendispersinya.
3.            Ketika lempung bercampur dengan air secara merata dengan porsi tertentu, maka campuran tersebut akan menjadi plastis. Menurut Mellor, 1922, plastisitas adalah sifat atau kemampuan lempung untuk berubah tanpa pecah ketika diberikan tekanan yang besar.
       Partikel-partikel lempung sangat mungkin bermuatan dan membawa lapisan yang melekat atau selaput tipis lapisan molekul air yang ditahan oleh gaya elektrostatis. Sehingga air hadir dalam dua bentuk yaitu
a.       Air yang terikat, membentuk lapisan tipis di sekitar lempung
b.      Air bebas, sebagai sisa yang dibutuhkan untuk membentuk lapisan tipis.
(Worral, 1968 dalamprasetyo, 2009).
4.      Bahan Penghilang Lemak, bahan ini berupa bahan baku yang mudah dihaluskan. Biasanya bahan baku ini berguna untuk menutupi kekurangan-kekurangan yang terjadi karena plastisitas yang eksresif dari tanah liat dan terdiri dari silika (SiO2) atau kwarsa yang berbeda-beda bentuknya. Bahan penghilang lemak ini dibuat dengan cara pemecahan, partikel bahan penghilang lemak dijadikan dalam partikel koloid.

2.4  Proses Pembuatan Keramik
Proses pembentukan produk keramik sangat menentukan sifat fisik suatu produk keramik. Cara pembentukan keramik tergantung pada : tujuan pemakaian, sifat bentuknya dan bahan dasarnya. Ada empat cara pembentukan produk keramik, yaitu :
  1. Cara pembentukan dengan proses lempung lembek (soft mud process). Cara ini biasanya digunakan untuk membentuk produk keramik yang pembentukannya dikehendaki dengan lembek sehingga dapat dilakukan pembentukan dengan tangan. Cara ini biasanya dipakai untuk benda-benda khusus yang tidak dapat dikerjakan dengan alat lain, misalnya untuk produk keramik halus yang cara pembentukannya dengan proses putar. Di dalam proses ini, lempung bersifat lembek dengan kandungan air 25 %-40 %, dengan syarat lempung masih cukup kuat menahan beratnya sendiri sehingga tidak terjadi perubahan bentuk.
  2. Cara pembuatan dengan proses lempung kaku (Stiff mud). Masa yang dipakai berupa lempung kaku yang cukup berat bila dicetak/dibentuk dengan tangan.. Kadar air lempung kaku dalam cara ini kurang lebih 15%-30 %. Biasanya cara ini memerlukan alat pembentuk extruder sehingga dari alat ini dikeluarkan suatu kolom tanah yang kaku. Kemudian kolom tanah ini dibentuk/dipotong, lalu dibentuk kembali menjadi produk tertentu. Cara ini biasanya dipakai dalam pembuatan produk keramik berat dan keramik banhan bangunan, misalnya genteng keramik, bata merah, bata berlubang, pipa tanah dan bentuk produk keramik kasar lainnya.
  3. Cara Pembentukan dengan masa slip. Cara ini dipakai bila lempung yang akan dicetak disiapkan dalam bentuk bubur yang halus sekali dan berbentuk lumpur cair. Biasanya lempung terdiri dari susunan butiran yang halus sekali. Kandungan air dalam lempung ini 12%-50 %. Cara ini biasanya dilakukan dengan membuat cetakan dari gips yang telah dibakar dan dengan cara mencetak tersebut dapat dibuat produk yang sama. Selain itu,juga memungkinkan untuk membentuk benda-benda yang sulit dibentuk dengan cara tangan atau mesin. Cara pembuatan ini biasanya digunakan untuk membuat produk sanitair (closet, wastafel, dll).
  4. Cara Pembentukan dengan proses kering. Dalam cara ini dipakai lempung/masa campuran yang berkadar air rendah 4%-12 %, sehingga masa tadi lembab. Cara membentuknya biasanya dengan alat kempa (press) yang bertekanan tinggi untuk mendapatkan produk yang mempunyai kepadatan tinggi pula. Cara ini umumnya dipakai untuk membuat produk keramik yang mempunyai kepadatan tinggi tetapi hasil bakarannya tidak sampai meleleh, misalnya dalam pembuatan produk ubin keramik, bata klinker dan bata tahan api.
Pengeringan Keramik
Pada saat keramik selesai dibentuk, biasanya mengandung air antara 7%-30% tergantung cara pembentukkannya. Keramik ini masih dalam kondisi mentah dan basah sehingga untuk mengurangi kadar airnya perlu dikeringkan lebih dulu. Tujuan pengeringan adalah untuk mnguapkan air yang masih terkandung di dalam produk mentah tadi, sehingga pada saat dibakar tidak banyak terjadi kerusakan, tidak berubah sifat maupun bentuknya.
Pada saat pengeringan, akan terjadi penyusutan karena air di dalam bahan mentah akan menguap sehingga butir-butir masa lempung akan mendekat satu sama lain. Pengeringan produk mentah dilakukan dengan 2 cara, yaitu :
  1. Pengeringan alami, yaitu suatu cara pengeringan yang memanfaatkan matahari dan suhu di sekitar benda tersebut. Kecepatan pengeringan alami tergantung oleh : suhu udara di sekitarnya, kelembaban udara.
  2. Pengeringan buatan, yaitu cara pengeringan dengan menggunakan tungku pemanas sehingga radiasi panas dari tungku dimanfaatkan untuk mengeringkan keramik mentah tadi.
Pembakaran Keramik
Pembakaran produk keramik bertujuan untuk mendapatkan produk yang bersifat tidak berubah bentuknya, keras, cukup kuat menahan beban, tahan air, padat dan tahan terhadap pengaruh cuaca lainnya.
Proses yang terjadi pada keramik selama pembakaran terdiri dari beberapa tahap, yaitu :
  1. Tahap penguapan air mekanis sisa pengeringan.
  2. Tahap Penguapan air mineral.
  3. Tahap Pembakaran Cepat. Pada tahap ini dimaksudkan agar terjadi sedikit peleburan pada dinding partikel lempung sehingga partikel satu dengan yg lainnya melekat. Untuk beberapa produk keramik yang memerlukan penyerapan air rendah, maka dilakukan peleburan lebih lanjut sehingga pori-pori yang ditinggalkan air bebas maupun air mineral menjadi tertutup.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Jumlah konsentrasi inokulum bakteri Zymomonas mobilis yang efektif untuk fermentasi sampah buah jeruk menjadi etanol adalah 5%. pH 6 adalah pH optimum untuk fermentasi sampah buah jeruk menjadi etanol menggunakan bakteri Zymomonas mobilis. Lama waktu fermentasi yang paling optimum untuk menghasilkan etanol dari sampah buah jeruk adalah 6 hari.


DAFTAR PUSTAKA

Budiyanto, H. M. 2002.Mikrobiologi Terapan.UMM Press: Malang
Busche R. M., Scott C. D., Davison B. H., Lynd L. R.1992. Ethanol, the Ultimate Feedstock. A TechnoeconomicEvaluation of Ethanol Manufacture in Fluidized BedBioreactors Operating with Immobilized Cells. Journal Application of Biochemistry and Biotechnology. 34. 35. 395-415.
Cazetta ML, Celligoi MAPC, Buzato JB, Scarmino IS. 2007. Fermentation of Molasses by Zymomonas mobilis:Effect of Temperature and Sugar Concentration onEthanol Production. Journal Bioresource andTechnology. 98. 4. 2824-2828.
Fardiaz, S. 1992. Fisiologi Fermentasi. Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor. IPB: Bogor.
Garrity, M.G. 2005. Bergey's Manual of Systematic Bacteriology. Dapartement of Microbiology and Molecular Genetics. Machigan State University : USA.
Hogg, S. 2005. Essential Microbiology. John Wiley & Sons Ltd: England.
Hutkins, R.W. 2006. Microbiology and Technology of Fermented Food. Blackwell Publishing Ltd : USA.
Karmawati. 2009. Tanaman Perkebunan Penghasil Bahan Bakar Nabati. IPB Press: Bogor.
Myers, Michael P., Yang, Jay., And Stamp, P. 1999. Visualization And Functional Analysis Of A Maxi-KChannel (Mslo) Fused To Green Fluorescent Protein(GFP).Electronic Journal of Biotechnology. 2. 3. 140-151.
Nowak, J. 2000. Ethanol Yield And Productivity of Zymomonas Mobilis In Various Fermentation Methods. Electronic Journal of Polish AgriculturalUniversities. 3. 2. #4.
Prasetyo, A.K., Hadi, W. 2010.Pembuatan Etanol dari Sampah Pasar Melalui Proses Hidrolisis Asam dan Fermentasi Bakteri Zymomonas Mobilis. TugasAkhir. Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS.
Reibstein, D., Hollander, J.A., Pilkis, S. J., Shulman, R.G. 1986. Studies on The Regulation of Yeast Phosphofructo-1-kinase: Its Role in Aerobic and AnaerobicGlycolosis. Journal of Biochemistry. 25. 12. 219-227.
Sari, ES. 2010. Pentingnya Pengujian Kandungan Gula pada Jeruk Pontianak (Citrus nobilis) sebagai Jaminan Kualitas Rasa. Unit PSMB Dinas Perindag,Pontianak.
Sutanto R. 2002. Pertanian Organik: Menuju pertanian efektif dan Berkelanjutan. Yoyakatra: Kanisius.
Wecker M.S.A., Zall R.R. 1987. Production of Acetaldehyde by Zymomonas mobilis. Journal Applied AndEnvironmental Microbiology. 53. 12. 2815-2820.
Wibowo.1990. Dasar-Dasar Teknologi Fermentasi. Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi. UniversitasGajah Mada. Yogyakarta.
Yudoamijoyo, M., A. A. Darwis dan E. G. Sa’id. 1992. Teknologi Fermentasi. Penerbit Rajawali Press dengan Pusat Antar Universitas Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor. Jakarta.
Zhang, K., Feng, H. 2010. Fermentation potentials of Zymomonas mobilis and its application in ethanol production from low-cost raw sweet potato. AfricanJournal of Biotechnology. 9. 37. 6122-6128.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

VISI MISI BEM FMIPA UB 2014

ROTASI WAKTU