KIMIA LINGKUNGAN TENTANG KEBISINGAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebisingan
bisa diartikan sebagai suara yang tidak diinginkan atau suara keras yang tidak
menyenagkan atau tidak terduga. Kebisingan berasal dari kegiatan manusia
seperti penggunaan alat transportasi dan aktifitas industri. Dampak dari
kebisingan ini bukan hanya pada kota – kota besar tetapi kota kecil dan desa
yang lokasinya di dekat tempat industri juga ikut terpengaruh. Masalah ini
semakin lama menjadi semakin besar akan tetapi masalah ini kurang mendapat
perhatian bahakan di negara maju sekalipun. Meskipun polusi bisa menjadi
pembunuh bagi manusia akan tetapi usaha yang telah dilakukan untuk mengatasi
masalah ini sangatlah sedikit. Kebisingan bisa mempengaruhi kesehatan manusia
seperti menyebabkan hipertensi, menggagu tidur dan bisa menghambat kemampuan
kognitif pada anak – anak. Bahkan yang paling parah bisa menyebabkan ganguan
pada memori atau gangguan kejiwaaan. Masalah ini suadah tersebar hampir di
seluruh dunia salah satu contoh India. Di India masalah ini sudah menyebar
luas. Beberapa studi melaporkan tingkat kebisingan di kota metropolitan sudah
melebihi batas standar yang mengakibatkan para penduduk menjadi tuli dan studi
yang dilakukan oleh Sigh dan Mahajan di kalkuta dan dehli menemukan tingkat
kebisingan di kota itu mencapai 95dB padahal ambang batas hanya 45dB.
Studi
lain yang dilakukan Murli dan Murthy menemukan bahwa lalu lintas di Vishakhapatanam
melebihi 90 dB dan hal ini biasanya terjadi di pagi hari. Masalah ini bukan
hanya terjadi di India saja. Efek dari kebisingan sudah cukup mengkhawatirkan
terbukti dari tingkat kebisingan 40 dB yang melebihi perkiraan WHO yaitu 30 – 35
dB.
Di
India penanganan polusi udara sangatlah rendah karena masyarakatnya menganggap
masalah ini bukanlah sebuah polutan. Dan sebuah survei yang dilakukan oleh
Pengendalian Pencemaran survei Badan Pusat (CPCB) menunjukkan bahwa di Delhi,
tingkat kebisingan melebihi batas yang diizinkan. Demikian pula, sebuah studi
oleh NEERI telah mengungkapkan bahwa tingkat kebisingan di perumahan, kawasan
komersial dan industri dan zona diam Delhi dan kota-kota DKI jauh melebihi
standar yang ditetapkan. Tingkat kebisingan rata-rata di Delhi adalah 80 dB
sedangkan batas yang diijinkan adalah 55 dB. Bombay juga meraskan dampak dari
tingkat kebisingan yang tinggi. Shetye (1980) memperkirakan bahwa tingkat
kebisingan di lokasi yang ramai di Bombay hampir dua kali lipat dari standar perumahan
di sebagian negara (45 dB siang hari dan
pada malam hari 35 dB). Bukti dari meningkatnya polusi suara adalah adanya
peningkatan pengaduan kepada polisi. Akan tetapi dengan banyaknya urbanisasi
dan industrialisasi yang terjadi semakin memperumit masalah sehingga masalah
ini makin sulit diselesaikan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sumber kebisingan
Ada
beberapa sumber kebisingan, diantaranya yaitu sumber polusi suara seperti lalu
lintas kendaraan, lingkungan, peralatan listrik, TV dan musik sistem, sistem
alamat publik, kereta api dan udara, lalu lintas, dan bahkan kita
juga menjadi korban kebisingan yang dihasilkan oleh peralatan rumah tangga yang
digunakan oleh kita. Sebagian besar korban polusi suara adalah orang yang
tinggal di kota metropolitan atau kota-kota besar dan mereka yang bekerja di
pabrik.
Dalam
suatu pelajaran telah diteliti mengenai polusi suara dan dampaknya bagi
kehidupan manusia. Sebuah hasil Survei crossscection di Dehli mununjukan bahwa
sumber utama penyebab polusi udara adalah bunyi pengeras suara dan bunyi kendaraan. Namun jika dilihat
dari segi jumlah wanita lebih banyak yang terkena dampaknya daripada lelaki.
Polusi udara ini mengakibatkan ganguan komunikasi, sulit tidur dan kurangnya
efisiensi. Yang paling ekstrim polusi ini bisa menyebabkan tuli dan gangguan mental. Banyak keluhan yang telah
diterima pemerintah ataupun polisi mengenai masalah ini dan sebagai cara untuk
mengatasinya dipilih cara memberikan pendidikan atau penyuluhan bagi publik
sebagai cara terbaik.
2.2 Efek dari kebisingan
Tak diragukan lagi
bahwa suara memiliki pengaruh negatif terhadap kesehatan manusia. Kebisingan dapat mengakibatkan hilangnya
pendengaran, stres, tekanan darah tinggi, kurang tidur, gangguan produktivitas, dan penurunan umum
dalam kualitas hidup. Sulit untuk mengukur efek dari kebisingan, hal ini
dikarenakan adanya perbedaan latar belakang masyarakat dan jenis kebisingan
yang beragam. Dalam sebuah penelitian ,penggunaan pengeras suara atau klakson
pada kendaraan bermotor di kehidupan sosial di India maupun di upacara
keagamaan dapat membahayakan kesehatan penduduk perkotaan. Dampaknya yaitu
dapat menyebabkan tuli, gangguan saraf, gangguan mental, masalah jantung,
tekanan darah tinggi, pusing dan bahkan insomnia (Bhargawa, 2001). Paparan
polusi suara melebihi 75 desibel selama lebih dari delapan jam sehari untuk
jangka waktu yang panjang dapat menyebabkan kehilangan pendengaran.
Semakin tinggi
tingkatan polusi suara dengan intensitas kebisingan dan periode paparan dapat semakin memperparah kondisi kesehatan
manusia. Bunyi suara seperti ledakan
yang sangat keras dengan tingkat intensitas melebihi 150 dB dapat menyebabkan
sensasi dering yang disebut ‘Tinnitus’ dan dapat merusak pendengaran secara
permanen. Secara umum sekitar 1 persen dari populasi menderita kebisingan yang
disebabkan oleh polusi suara. Nagi, (1993) menemukan bahwa tingkat kebisingan
diproduksi oleh peralatan rumah tangga dan peralatan kadang-kadang mencapai
hingga 97 dB yang lebih dari dua kali lipat diterima (45dB). Kebisingan yang
berlebihan bisa membawa beberapa efek buruk seperti perasaan jengkel, gangguan bicara, gangguan
tidur, stres mental, sakit kepala, dan kurangnya daya konsentrasi. Demikian
pula Singh (1984) mencatat bahwa pekerja yang terpapar kebisingan tingkat
tinggi memiliki insiden yang lebih tinggi dari peredaran darah, penyakit jantung, hipertensi, tukak bisul,
dan neurosensorik dan gangguan motorik.
Mereka yang tinggal
di dekat jalan yang sibuk tidak bisa mendengar satu sama lain dan dengan
demikian tidak dapat menghubungi untuk propagasi (Deutche Presse-Agentur,
2003). Kita bisa memvisualisasikan bahwa kebisingan dapat mengganggu
komunikasi, mengganggu tidur dan mengurangi efisiensi individu. Mayoritas
responden sampel terkena terjadinya laporan polusi suara dari jengkel dan
gangguan pendengaran. Sebanyak 35% melaporkan tuli dan hampir sebanyak itu juga
melaporkan gangguan mental. Survei Data
menunjukkan bahwa efek kebisingan tidak sama di antara berbagai kelompok umur.
Umumnya, semakin
berusia semakin banyak dan sering terkena paparan polusi suara. Sebagai contoh,
meningkatnya proporsi sampel responden dalam kelompok usia yang lebih tinggi
mengakui depresi, sulit tidur dan efek memekakkan telinga. Sebagian besar responden merasa bahwa kebisingan mengganggu
komunikasi antar individu. Efek yang paling ekstrim (yakni gangguan mental dan
tuli) yang diakui oleh sepertiga dari populasi survei.
Namun, ada kejadian
yang jauh lebih tinggi dari tuli efek pada orang tua (di atas 60 tahun
usia). Lebih lanjut, pada tabel
menunjukkan bahwa psikosomatik (misalnya depresi, tidur) dan fisiologis (tuli)
gangguan diakui oleh sebagian kecil responden (54% di berbagai kelompok umur)
mengakui efek buruk dari kebisingan yang dihasilkan oleh lingkungan. Sebuah
proporsi yang hampir sama responden (58%) di berbagai kelompok usia mengklaim
bahwa suara yang berasal dari agama fungsi mempengaruhi mereka. Secara umum,
terlepas dari pengeras suara dan mobil, fungsi agama, serta lingkungan
bertindak sebagai sumber yang signifikan dari polusi suara.
Dengan demikian, kota
metropolitan menjadi korban baru dari polusi suara. Selanjutnya, kita dapat
meneliti apakah sumber polusi suara memiliki pengaruh beda terhadap penduduk
laki-laki dan penduduk perempuan.
2.3 Solusi mencegah
kebisingan
Beberapa
metode telah di kembangkan untuk mengendalikan tingkat kebisingan. Pertama
dengan mendesain mesin/peralatan dengan kebisingan rendah. Kedua memberikan
pengahalang untuk mengontrol kebisingan, ketiga melindungi reseptor suara
seperti membuat bangunan yang bisa mengisolasi kebisingan dan membuat badan
pesawat yang kedap suara. Selain dari teknologi bisa dilakukan dengan mengatur
penggunaan mesin/peralatan. Meskipun belum ada peraturan yang jelas dari
pemerintah tapi langkah ini bisa disebarkan dengan memberikan pendidikan kepada
masyarakat. Untuk membuat India menjadi tempat tujuan pariwisata kelas dunia,
maka pengembanagn dan pelaksanaan program pengendalian kebisingan harus segera
dilakukan karena untuk mengatasi masalah ini membutuhkan waktu yang cukup lama.
Salah
satu langkah yang telah diulakukan adalah dengan penilitian dengan
mengidentifikasi sumber suara yang membuat polusi suara. Selain itu, penelitian
ini mengeksplorasi efek kebisingan pada publik dan reaksi publik terhadap
masalah ini. Dan bukti yang dikumpulkan melalui penelitian ini dapat digunakan
untuk mengembangkan sesuai hukum dan membuat aksi publik.
Beberapa
negara maju berinisiatif untuk mengatasi masalah ini. Sebagai contoh Amerika
Serikat membuat situs yang menyebutkan bahwa orang yang menyebabkan kebisingan
tidak akan mendapat toleransi. Belanda juga telah mengelurkan larangan
membangun rumah di mana tingkat kebisingan dalam 24 jam di tempat itu rata –
ratanya melebihi 50dB. Di Inggris ada Undang-Undang yang menyebutkan bahwa pemerintah
daerah dapat menyita peralatan yang membuat kebisingan di malam hari. Hal
terbaru yang terjadi adalah beberapa negara mengembangkan teknologi aspal porus
yang dapat mengurangi kebisingan lalu lintas hingga 5dB.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Laporan
penelitian ini mengeksplorasi sumber-sumber, efek, reaksi dan saran untuk
mengendalikan kebisingan yang berlebihan. Mobil dan pengeras suara ternyata
sumber utama polusi suara. Sebagian besar
responden merasa bahwa kebisingan mengganggu komunikasi antar individu.
Efek yang paling ekstrim yakni gangguan mental dan tuli yang diakui oleh
sepertiga dari populasi survei. Gangguan oleh pengeras suara dan mobil
dirasakan oleh usia kelompok 20-40 tahun agak lebih rendah daripada kelompok
lainnya. Kota metropolitan memang menjadi korban utama dari polusi suara dari
pada di daerah desa.
B.
Saran
Secara
umum, satu hal signifikan yang dirasa oleh responden bahwa program pendidikan
masyarakat dan pemerintah dapat membantu kita mengontrol tingkat kebisingan. Polisi
dan pemerintahan sipil, jika diberdayakan, bisa juga memfasilitasi dalam
memeriksa tingkat kebisingan.
DAFTAR
PUSTAKA
Bhargawa,
Gopa. 2001. Pengembangan Perkotaan dan
India Daerah Perencanaan di abad ke-21. New Delhi: Gian Publishing House.
Birgitta,
Berglund dan Lindvall. 1995. HOMAS:
Sebuah Dokumen Draft Kebisingan masyarakat. Siapa Kesehatan Lingkungan Kriteria
12, Organisasi Kesehatan Dunia. Jenewa
Komentar
Posting Komentar