“Revitalisasi Paradigma UAS di Perguruan Tinggi Dalam Menghadapi Persaingan Global”


Di zaman globalisasi ini, persaingan dalam dunia pendidikan semakin menggebu-gebu dan berlomba-lomba untuk mencapai prestasi di tingkat Nasional maupun Internasional baik dari jenjang yang paling tinggi yakni Perguruan Tinggi (PT), SMA, SMP, SDN, bahkan TK sekalipun. Semua realitas itu tidak dapat dipungkiri dan dapat kita rasakan saat ini sebagai mahasiswa yang termasuk pelaku (kaum akademis) didalamnya. Kemudian untuk menilai sebuah keberhasilan dari suatu usaha yang dilakukan baik selama satu semeter atau satu tahun lamanya, maka diadakan yang namaya Ujian Akhir Semester atau dikenal dengan UAS.
Terkait tentang pelaksanaan UAS, banyak sekali paradigma yang sebenarnya kurang tepat dalam mengartikan dan mengaplikasikannya. Karena jika UAS hanya dijadikan ajang untuk mencari nilai IP atau IPK yang bagus, maka penulis katakan paradigma dari tujuan tersebut masih terlalu sempit dan bukanlah satu-satunya event yang mengindikasikan sebagai hasil evaluasi selama satu semester atau selama masa kuliah satu tahun. Karena sebuah kemampuan, keahlian dan kapabilitas diri tidak hanya dapat dibuktikan dengan adanya UAS yang hanya dilaksanakan beberpa hari saja. Ketika tujuan dari mayoritas mahasiswa demikian, maka segala cara apapun seperti berbuat curang (mencontek), semua itu dilakukan demi target nilai bagus yang diidamankan tanpa kita sadari efek dari perbuatan itu semua.
Dan masih banyak yang ternyata seorang akademisi yang belum paham apa sebenarnya esensi dari tujuan pendidikan itu sendiri. Contoh kasus kecil misalnya dalam lingkup Fakultas MIPA yang notaben diidentik dengan fakultas berjuta rumus, maka seyogyanya sebagai orang terdidik harus benar-benar paham dengan konsep rumus ataupun teori yang ada. Mahasiswa bukan lagi anak kecil yang masih mau disuapi makanan apapun tanpa berpikir panjang akan akibat yang terjadi, tapi sebagai mahasiswa harus kritis terhadap fenomena alam yang terjadi di lapangan. Termasuk penerapan rumus-rumus yang ada, sehingga harapannya kita tidak hanya hafal terhadap teorinya saja, tapi dapat mencari suatu kebenaran kenapa dan bagaimana suatu fenomena itu terjadi.   
Fenomena itu semua adalah kritik konsruktif kepada kita semua selaku kaum akademisi. Sehingga benar-benar dapat menjadi renungan dan intropeksi diri kita demi sistem pendidikan di Indonesia yang lebih baik. Karena esensi dan hakikat sebenarnya dari pendidikan adalah bukan hanya sekedar hafal dan paham teori saja, akan tetapi aplikasi dan eksperimen itu yang terpenting. Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW : “Al-ilmu bila ‘amalin, kassyajari bila tsamarin”. Sebuah ilmu itu bila tidak diamalkan, maka bagaikan pohon yang tidak berbuah. Na’udzubillah, sungguh tidak kita harapkan. Wallahu a’lam bisshowab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hari Valentine; Sebagai Hari Menutup Aurat International

KADO BUAT AYAH

-------( Tugas Kita Hanya Menyampaikan )-------